REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Warung Tegal (warteg) di DKI Jakarta akan dikenai pajak restoran. Rencananya, hal itu akan berlaku mulai 1 Januari 2011.
DPRD DKI menyetujui rencana penerapan pajak restaurant terhadap segala jenis tata boga di Jakarta sebesar 10 persen karena sesuai dengan amanat Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Diharapkan usaha-usaha tersebut dapat lebih memberikan kontribusi terhadap pembangunan di Jakarta.
Ketua Komisi Keuangan DPRD DKI, Ridho Kamaludin mengatakan pajak ini berlaku untuk usaha jasa boga apapun yang beromzet Rp 60 juta per tahun. “Tapi tidak spesifik untuk jenis usaha makan tertentu,” katanya pada Rabu (1/12).
Menurut Ridho, dalam Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut tidak ada bentuk diskriminasi usaha boga apa yang dikenakan pajak restoran 10 persen. Meski demikian Ridho sebenarnya menyangsikan optimalisasi kebijakan tersebut karena belum tersosialisasi dengan baik ke usaha boga yang berskala kecil serta keuntungan mereka pun belum tertata secara baik.
“Untuk itu jika ada usaha boga yang hendak melakukan protes atas kebijakan ini dapat disampaikan kepada Dinas Pelayanan Pajak,” kata Ridho.
UU nomor 28 tahun 2009 tertera klasifikasi sebuah restoran yaitu fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
Di Jakarta, jenis rumah makan lebih dari 2000 unit usaha. Dinas Pelayanan Pajak akan mengidentifikasi usaha yang sudah berpenghasilan lebih dari Rp 60 juta per tahun dan usaha yang berpenghasilan lebih kecil dari itu. Namun Arief mengakui, sebagian besar pemilik usaha rumah makan di Jakarta banyak yang sudah mapan sehingga kebijakan ini tidak terlalu menuai kontroversi.
“Kami berharap kebijakan ini bisa dilaksanakan dengan baik karena dananya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk prasarana publik,” kata Arief.
Rencana itu dianggap memberatkan pemilik warteg. Pemilik kantin di Kebon Sirih, Muhammad Nur, 50, mengatakan kebijakan itu akan merugikan pengusaha karena harga makanan dan minuman menjadi lebih mahal dan membuat pembeli kabur.
sumber: republika
Lihat Juga :
Cafe
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar